Thoriqoh berkata dasar thoriq, yang mempunyai
arti “jalan.” Jalan yang dimaksudkan adalah jalan menuju Allah (Syekh Salik). Penjelasan
Syekh Salik sejalan
dengan Madjid (2000. h. 92)
yang memaknai thoriqoh
sebagai “jalan,” yang menghantarkan individu sampai kepada tujuan akhir, yaitu
ma’rifat (mengenal dan mencintai Allah). Banyak thoriqoh yang berkembang dalam
dunia Islam, salah satunya yaitu Thoriqoh Asy Syadziliyah. Dalam thoriqoh
terdapat kegiatan bertafakur dan berdzikir, gunanya membangun dorongan-dorongan
terdalam manusia, yaitu merealisasikan diri secara menyeluruh.
Manusia membutuhkan
aktualisasi diri, dimana ia telah mampu memaknai nilai, tujuan, dan konsep
dirinya. Abraham Maslow, seorang ilmuwan psikologi memaparkan berbagai
kebutuuhan manusia yaitu kebutuhan dasarnya sampai kebutuhan tertingginya yaitu
transendensi. Hal ini sebenarnya sejalan dengan dzikir yang dilakukan dalam
rangka thoriqoh. Saat para salik dan mursyik berdzikir,
mereka seakan-akan sudah tidak menyadari akan dirinya. Salah satu pendapat dari
seorang salik bahwa ia merasa flow dan hatinya benar-benar
bergetar melafalkan kebesaran Allah SWT. Jika dilihat dari teori Abraham Maslow
bahwasanya salik dan mursyik ini melakukan thoriqoh
sebagai perwujudan aktualisasi diri di
hadapan Tuhan nya, sedangkan jika dilihat dari sudut pandang teori Sigmund
Freud, salik dan mursyik saat melakukan dzikir (thoriqoh) ego
tidak lagi dikuasi oleh id, melainkan super ego lah yang mampu
mengendalikan ego sehingga hilanglah kecemasan dalam dirinya. Super
ego di sini adalah nilai-nilai keTuhanan (Allah SWT).
Itulah yang disebut dengan
pemenuhan kebutuhan transendensi, yaitu kebahagiaan spiritual bahkan mungkin
disebut dengan spiritual madness.
Komentar